Selasa, 26 Juni 2012

Akhir Sebuah Perjalanan


PROLOG

            Sudah tiga jam lamanya aku duduk termenung di taman ini. Begitu banyak insan yang berlalu lalang. Tapi aku? Aku bagaikan seorang diri diantara keramaian. Fikiranku melayang entah kemana. Tatapan yang kosong juga wajah yang menunjukkan sebuah keibaaan bagi yang melihatnya. Dada ini rasanya sesak bila mengingat semuanya. Adakah mereka bisa sedikit saja peka terhadap perasaanku? Apa mereka bisa  membaca raut wajah kesedihan ini? Kalau Tuhan mengizinkan, ingin rasanya aku pergi sejenak dari tubuh ini. Jika Tuhan mengizinkan aku ingin melihat bagaiman ekspresi mereka saat aku tiada. Jika Tuhan mengizinkan aku ingin berada dalam dekapanNya walau hanya sejenak.
             Kini pandanganku tertuju pada sebuah keluarga di pinggir taman. Sejenak senyum ini terukir menatap pemandangan indah itu. Dalam khayalku itulah keluarga kami. Dulu aku juga pernah merasakan itu, tapi sekarang aku seakan buta terhadap yang disebut dengan kasih sayang orang tua. Aku ingin merasakan bagaimana indahnya kasih orang tua itu sekali lagi. Hayalku kini makin terbang tinggi dan semakin tinggi. Tapi aku takut bila suatu saat nanti akan jatuh. Pasti sangat sakit rasanya.
          Kini pemandangan itu buyar saat si ibu memarahi anaknya yang masih kecil itu. Apa arti kemarahan itu? Apakah itu marah arti kasih sayang atau marah yang sekarang sering kuterima. Kemarahan yang tak tau darimana sumbernya. Kadang aku bingung darimana datangnya asap kalau tak ada apinya. Itu semua tak masuk diakal. Itu sangatlah konyol menurutkau. Tak banyak yang dapat kulakukan sekarang. Aku tak ingin mencampuri urusan mereka. Biarkan mereka yang menyelesaikannya sendiri.
         Kini hari semakin gelap, tapi tak ada sedikit pun niatku untuk beranjak dari tempat yang damai ini. Aku ingin lebih lama lagi di sini. Dan tak ingin kembali. Aku ingin melihat bintang-bintang bersinar malam ini. pasti sangat sayang jika terlewatkan begitu saja.
         Sayup-sayup terdengar suara langkah kaki seseorang. Dari bau parfumnya yang di pakainya, aku  sepertinya aku sangat mengenalnya. Dia menepuk pundakku dan menyuruhku pulang. Sempat bibir ini mengeluarkan rengekan kecil bak seorang anak kecil meminta ice cream. Lucu juga bila dibayangkan. Tapi tutur lembutnya dan kesabarannya akhirnya menghancurkan batu dihatiku.
          “Anak sekolah mana yang baru pulang sore begini?” tanyanya sambil membelai rambutku. Aku tersenyum malu akan tingkahku. “Ku mohon sebentar lagi, setelah itu aku akan turuti keinginanmu!” tampak ia menghela nafas panjang lalu menganggukkan kepalanya. Itu artinya masih ada kesempatan sedikit lagi untuk hari ini. Kulangkahkan kakiku dan tak lupa menggandeng tangannya lalu pulang sebelum hari semakin gelap.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar