DETEKTIF KONYOL
Sepanjang proses belajar mengajar
berlangsung fikiranku tak konsen. Melayang entah kemana, mungki karena dewi
fortuna masih berada di sampingku sehingga tak ada yang mengetahui ini. Jam
pergantian pelajaran pun kini terasa begitu cepat berlalu berganti jam
istirahat pertama. Tak banyak yang kulakukan, hanya berkunjung ke sebuah
perpustakaan di sudut sekolah. Lonceng
pun kembali berdentang , bertanda pelajarang akan dimulai kembali.
Sungguh sangat cepat hingga kini lonceng pertanda pulang akhirnya berdentang.
Sejenak kuamati hiruk pikuk kelas ini
dengan seksama. Sangat riuh dan kini berganti sebuah kesunyian. Kondisi kelas
yang tadinya saat pasi hari begitu rapi kini juga berubah menjadi berantakan.
Sungguh mulia hati yang dengan sepenuh hati bekerja di sekolah ini. Kira-kira
berapa dia diberi balasan setiap bulannya oleh sang empunya sekolah? Entahlah,
kuharap setimpal dengan kerja kerasnya.
Kini aku beranjak keluar kelas, tapi
pandanganku tertuju pada satu kelas. Kelas ini tak jauh berantakannya dari
kelasku. Tapi aku lebih tertarik lagi pada penghuninya. “Hei, kau belum pulang?”
sapaku pada seseorang di dalam kelas itu. Sok akrab memang. Kini dia berjalan
menghampiriku dengan tas ransel yang tergantung di kedua bahunya. Dibalasnya
pertanyaanku dengan sesimpul senyuman, sejenak aku menggaruk kepalaku yang tak
gatal. Binggung. Entahlah, tapi aku cukup tertarik dengan tingkahnya. “Kau
kenapa?” tanyanya kepadaku membuatku semakin gila. Bagaimana dia bisa
menanyakan hal itu, sudah jelas dia yang membuatku salah tingkah seperti ini.
Kini dia berjalan mendahuluiku. Sungguh
sangat tak sopan. Ah, sangat menyebalkan. Apa maksudnya? Lihat saja nanti akan
kucari tahu siapa dia. Kini aku berjalan kembali mendahului dia. “Astya
Frananda” seketika langkahku terhenti ketika dia memanggil namaku. Bagaimana
dia mengetahui nama lengkapku, berkenalan saja belum. “Benarkan itu namamu?”
kini dia memastikan ucapan tadi seraya menaikkan sebelah alisnya. Aku tak
berani untuk menolehnya. Baru saja aku menyapanya dia sudah mengetahui namaku,
apa lagi kalau.. ah tidak. Aku berjalan kembali tapi kali ini dengan langkah
cepat takut dia mendahuluiku.
***
Hari-hariku kini semakin dibuat penasaran
oleh kehadiran siswa lelaki waktu itu. Pertama dia mengetahui nama lengkapku,
kemudian dia mengetahui asal sekolahku sebelumnya, kakak lelakiku dan terakhir
alamat rumahku secara lengkap. Tapi satu yang aku tak ingin dia mengetahuinya,
yaitu keadaan keluargaku yang kini tak segambar dengan pemandangan luarnya.
Biar aku sendiri yang menceritakannya. Itu jauh lebih baik menurutku.
Pagi ini dia keluar dari kelasku, entah angin
apa yang membuatnya masuk ke kelas ini. namun saat ingin sekali aku menyapanya
tapi dia malah tersenyum dan berlalu. Perasaan ingin tahu ini makin bergejolak.
Dua hari yang lalu aku sengaja menunggunya di kelas yang sama tapi para siswa
penghuni kelas menyangkal keberadaannya. Beberapa kakak kelas yang kukenal
telah kutanya tapi mereka tak pernah mengenal sosok orang yang kumaksud. Lalu
dia siswa kelas berapa?
Hal mengagetkan kini ada di depan
mataku, dia yang selama ini membuatku penasaran berada di depan mataku. Sosok
itu sedang berbicara dengan seseorang
yang sangat familiar. Dia tidak hanya mengetahui nama orang tersebut
tapi juga mengenalnya dengan akrab. Berbagai macam pertanyaan kembali
berkecamuk. Dimana mereka bertemu? Apa mereka sudah saling kenal sebelumnya?
Atau mereka tengah bersekongkol untuk mengerjaiku?
Langkah kaki kecil ingin menghampiri dua
makhluk menyebalkan di ujung jalan sana. Ingin menanyakan apa yang sebenarnya
tak kuketahui tentang semuanya. Tentang sebuah rahasia yang mungkin
desembunyikan dari jiwa ini. Belum sempat kaki ini melangkah, salah seorang
dari kedua orang itu lantas pergi dan yang lainnya mengampiriku. Tunggu! Aku
masih ingin mengetahui siapa orang itu. Tapi mereka sepertinya tak menyadari.
***
Pagi ini suasana sekolah masih seperti
biasanya, tak ada yang menarik. Hanya saja pelajaran sejarah pada jam pelajaran
ke empat nanti. Aku masih sangat penasaran dengan penjelasan pak Hamdani minggu
kemarin tentang proses penyebaran agama-agama dan kebudayaan yang ada di
Negara ini. Sayang minggu kemarin harus
terpotong karena rapat mendadak yang rutin dilaksanakan guru-guru. Sungguh tak
masuk akal. Dan ketika pulang nanti aku akan kembali mengulang beberapa hari
yang lalu. Sengaja berlama-lama agar bisa bertemu dengan seseorang misterius
itu dan memberanikan diri menanyakan identitasnya. Haha.. sungguh sangat nekat.
Bak pucuk dicinta ulam pun tiba. Baru saja
tubuhku keluar dari ambang pintu, orang itu juga keluar dari ruangan yang
dimaksud. Ia celingukan lalu berjalan lagi. Aku disini menunggunya tapi dia
malah meninggalkanku. Apa dia tak menyadari keberadaanku di sini. Hei! Hentikan
langkahmu anak muda, aku ingin sedikit berdialog denganmu. Apa kau tak sadar.
Kau terlalu angkuh kawan. Sepertinya aku yang harus terlebih dahulu menghampir
menghampirimu? Jangan panggil aku ASTYA kalau tak nekat. Hari ini kauharud bisa
mengetahui namanya.
Kulangkahkan kakiku menghampirinya sampai
aku mendapatkan bahunya. Dengan ragu dia menoleh. “Ada yang bisa kubantu?”
tanyanya kemudian sesimpul senyum terukir di bibir tipisnya. Tak tahu mengapa
rasa keberanianku tadi ada hilang seketika seakan melarikan diri. Aku menghela
nafas panjang dan mengumpulkan kembali keberanian yang tadi sempat kabur. “aku
hanya... aku hanya ingin mengetahui namamu. Ya, aku ingin tauhu namamu” gumamku
pelan seraya menundukkan kepalaku. Tatapannya begitu tajam.
“Hanya itu nona?” tanyanya kemudian
membuatku semakin tak karuan. Kurasa wajahku sudah memerah sekarang, ditambah
lagi senyumnya yang seakan mengejek.
“Bagaimana kau bisa tahu namaku,
kakakku, asal sekolahku sebelumnya, tempat tinggalku dan mengapa kalian tampak
begitu akrab?” kini suara lantang itu yang terlontar. MALU. Itu yang sekarang
sedang kurasakan. Wajah ini panas, akau tak berani jika harus memperlihatkan
wajahku. Pasti dia akan menertawakan hal ini dan menyebarkannya kepasa seluruh
penghuni sekolah. Mau di taruh diman wajah ini. oh Tuhan, seharusnya aku tak
senekat itu. Spontan aku berbalik tapi tangan ini sesasa ada yang menarik.
“Kau
tak harus menunjukkan wajahmu yang sudah seperti kepiting rebus itu kepadaku
nona. Tapi yang harus kau tahu, aku sangat menyukai tingkahmu dan rasa
penasaranmu terhadapku. Sebenarnya aku masih ingin membuatmu terus penasaran.
Aku masih ingin menjadikanmu sebagai detektif konyol yang pernah kutemukan. Aku
masih ingin melihat kenakatan apa lagi yang akan kau lakukan. Tapi karena aku
kasihan padamu maka akan kuberitahukan semuanya. Ok! Namaku Bima Pratama.
Sebenarnya aku bukan siswa kelas itu dan bukan pula siswa dari sekolah ini. Aku
ke sini karna menurut penuturan kakakmu kau bersekolah di sini. Dan aku teman
teman dekat dari kakakmu. Memang kau tak pernah melihatku. Aku baru saja pindah
kesini. Aku kira sudah cukup. Ada yang lain?” tanyanya setelah menjelaskan
semuanya secara detail. Aku masih dalam posisi semula. Aku tak bisa jika harus
menatapnya dan pergi akhirnya meninggalkannya.
“Hei! Apa kau tak ingin tau yang lainnya
tentangku?” ia setengah berteriak karena posisiku yang yang semakin menjauh.
Aku tak mengindahkan perkataannya dan terus berlari meninggalkannya sendirian. Yang
aku tau saat ini harus segera menyingkir dari hadapannya atau dia akan
mengetahui mukaku yang telah memerah.
***
Hari ini aku tak melihat lagi batang
hidung si siswa misterius itu. Ah, aku rasanya ingin sekali lagi melihatnya.
Ya, kini aku kembali memikirkannya. Walaupun sedikit menyebalkan, aku begitu
tertarik padanya. Dia juga sepertinya orang yang baik.
“Heran, ternyata kau punya kelebihan yang
lain yang tak kuketahui” sang ketua kelas menghampiri mejaku yang berada tak
jauh dari mejanya. Ia sedikit terkekeh. “apa yang kau maksud?” alisku terasa
bertaut. “Coba kau perhatikan posisi bukumu itu” katanya menahan tawa.
Hidungnya yang besar kini kembang kempis bak ubur-ubur. Dan “astaga” buku ini
terbalik, pantas saja dia tertawa.
“Aku hanya ingin menyampaikan ini
padamu” lanjutnya lagi sambil memberikan sebuah novel padaku. Setahuku aku tak
mempunyai novel seperti ini. Daripada aku bingung lebih baik kubuka, siapa tahu
ada tanda-tanda siapa sipengirimnya. Dan selembar kertas jatuh dari dalamnya.
Kubaca dengan teliti tulisan yang tertera disana
Kutahu pasti kau sangat penasaran
dengan diriku. Begitu banyak yang ingin kau ketahui dariku, bukan? Aku juga
pernah merasakan hal yang sama saat pertama melihatmu. Mungkin kau tak
menyadari semua itu, tapi ketahilah aku juga begitu tertarik padamu gadis
mungil. Temui aku lusa di tempat makan di belakang Perpustakaan Kota, ajak juga
kakakmu yang tengil itu. Haha ^_^
Akh, sangat menyebalkan. Sok tahu kau
tentangku. Kalau begini lama-lama aku bisa gila kau buat. Kali ini aku memang
akan menjadi detektif konyol. Bukan menyelesaikan masalah tapi dililit banyak
teka teki yang memusingkan. Kurasa lebuh memusingkan daripada memecahkan rumus
matematika.