SETELAH KUTAHU SEMUANYA
Aku melangkahkan kaki ke taman
belakang rumah dengan langkah ragu. Malam ini terasa sedikit berbeda. Tak
biasanya mama mau duduk sendiri di tempat ini. Mama hanya diam menatap lurus ke
depan dengan cairan bening yang mengalair di wajahnya. Sepertinya mama tak menyadari
kedatanganku. Aku menempatkan posisiku secara benar agar tak mengganggu
tenetangannya malam ini. mama menoleh sedikit dengan seberkas senyum di
bibirnya. Walau kutahu senyum itu dipaksakan.
“Tak biasanya mama ke sini?” tanyaku
lembut, mama kembali tersenyum lalu kembali menatap lurus kedepan. Dia membelai
rambutku yang bergelombang. Menarik kepalaku untuk bersandar di bahunya. Tak
selang beberapa lama butiran bening itu kembali mentes. Mama yang terlihat
begitu tegar dihadapan kami akhirnya menampakkan kelemahannya. Tak ada kalimat
yang terlontar dari mulutnya.
Aku mencoba untuk memenangkannya.
Sejenak mama menghentikan tangisnya lalu berhambur memelukku. Tangisnya kali
ini lebih deras dari tangisan yang sebelumnya. Hati ini semakin pilu
mendengarnya. Tak biasanya terlihat sedih seperti ini. yah, persoalan ini
memang begitu berat. Kuputuskan untuk mengajak mama masuh ke dalam rumah. Angin
malam tak baik untuk kesehatannya.
“Jangan terlalu di fikirkan ma,
semuanya pasti ada jalan keluarnya” setelah aku ucapkan itu, mama hanya
tersenyum dan membelai wajahku. Air matanya keluar lagi. Apa mama tak bosan?
Hmm, keadaan ini pasti akan berakhir, tapi kapan? Dan sekarang aku bagaikan
seseorang lemah di tengah gurun pasir yang menantikan datangnya hujan. Sangat
kecil kemungkinan terjadinya. Dan sekarang aku malah mengetawai kekonyolanku.
Beberapa minggu yang lalu aku sempat
memergoki papa termenung sendiri dengan sebatang rokok di sela-sela jarinya.
Setahuku papa bukan tipe pria perokok. Kalaupun beliau merokok pasti masalah
yang dihadapi cukup besar. Papa juga sempat mencurahkan sedikit isi hatinya,
sangat bertolak belakang dengan yang kurasakan sekarang. Sepertinya mereka
saling tertekan akan kekerasan hati yang mereka pelihara sendiri.
***
Aku ingat dulu nenek pernah bercerita padaku
saat pertama papa dan mama bertemu. Papa begitu sangat penasaran dengan mama,
mama begitu pendiam. Mama tau akan hal itu lantas semakin membuat papa
penasaran dengannya. Setiap pulang sekolah papa selalu menunggu mama di depan
gerbang sekolah. Saat itu mama masih kelas 3 SMP sedangkan papa sudah kelas 3
SMA. Sekolah mereka hanya berjarak 250 m. Berulang kali papa berbuat ulah untuk menarik perhatian mama,
tapi diabaikan begitu saja. Kasihan papa. Tapi akhirnya manis juga, mama
menerima papa walaupun kala itu masih setengah hati.
Bila
kutarik pada diriku, sepertinya sangat mirip dengan yang kualami. Aku masih
begitu penasaran dengan siswa lelaki itu. Tapi akankan berakhir seperti ini
juga bila aku telah mengenalnya dengan baik atau bahkan jika kami.. Ah~
apa-apaan kau Tya. Fikiranmu terlalu jauh untuk memikirkan hal itu. Kau terlalu
banyak berhayal. Setiap orang sudah pasti memiliki takdirnya masing-masing. Mungkin
saja setelah ini aku takkan bertemu lagi dengannya. Tapi bagaimana aku berfikir begitu, sedangkan
besok aku akan menemuinya.
Kuraih sebuah buku yang tidak begitu
debal. Kutulis sejuta ungkapan dari dalam hati ini. Aku beharap besok akan
menemukan pengalaman baru lagi. Kututup kembali buku itu dan menyimpanya
ketempat yang kurasa aman.
.
***
Hari ini aku akan menemuainya, aku harap
akan bisa mengetahui siapa jati dirinya. Kak Landry tampaknya sudah sangat siap
mengantarkanku, bahkan dia sepertinya yang lebih antusias. Adikku yang munggil
ini kini masih bergelayut di pangkuanku. Dia tak ingin lepas dan ditinggal,
jika kubawa aku takut dia keberatan akan keberadaan gadis mungil ini. Beribu
alasan kuberi tapi adik mungil ini tetap tak ingin ditinggal.
Akhirnya kuputuskan untuk membawanya.
Kasihan juga kalau ditinggal. Mama sibuk kami. Mereka sangat disibukkan dengan
kegiatan masing-masing. Mama sibuk dengan kegiatannya guna melupakan perlakuan
papa yang semakin semena-mena. Papa entah apa yang ia kerjakan tapi
kelihatannya sudah sangat sering pulang malam, pagipun jarang bertemu.
***
Dari kejauhan tampak seorang lelaki duduk
membelakangiku, apa dia orang mengirim surat itu? Dengan langkah yang perlahan
kuhampiri dia. Tampaknta tak menyadari keberadaanku. Dia masih asik menikmati
alunan musik yang tersalur dari ear phone nya. Sesekali juga dia bernyanyi.
Adikku yang tadinya rewel sontak tersenyum melihat orang itu. Mungkin dia
mengenalinya. Anak manis ini langsung menghampirinya
“kakak behel” katanya dengan suara kas
anak kecil yang dimilikinya.
“eh ada lili, sama siapa ke sini?” dia
bertanya pada adikku. Apa yang dilakukannya, apa dia tak menyadari keberadaanku.
Aku hanya mendengus kesal dengan hal ini. Seperti tanpa disa dia malah tertawa
dan berbalik arah. Jantung ini serasa berdegup lebih kencang saat melihat
wajahnya. Rupanya dia sangat serius akan perkataannya. Dan, kemana kakakku yang
sedari tadi membuntutiku. Dari jauh kulihat dia membawa nampan yang berisi
beberapa gelas minuman dan snack kecil.
“kalian udah saling kenalkan? Jadi
sepertinya tidak perlu lagi aku yang turun tangan.” Kakakku sepertinya sudah
mengetahui semuanya. Apa lagi ini
***
Hari ini orang yang selama ini selalu saja menghantuiku,, ehh~ lebih tepatnya
Bima mengantarkanku ke sekolah. Bila dihitung dengan satuan waktu memang tak
butuh waktu lama untuk memunculkan keakraban diantara kami. Dia orangnya ramah,
lucu, pengertian dan dia sosok pribadi yang sangat tahu begaimana harus
memperlakukan seorang wanita sepertiku. Mungkin karna dia tak mempunyai adik
tau kakak perempuan.
“sepulang sekolah nanti kau ada waktu?”
tanyanya disela-sela keheningan yang terjadi selama dalam perjalanan. “ada yang
ingin kusampaikan padamu, dan ini penting” lanjutnya lagi. Tampakknya dia
serius.
“kebetulan hari ini temanku mengajakku
untuk menemaninya mencari buku. Emm~ sepertinya...” kutarik nafasku sejenak
untuk memutuskan semuanya “ok! Aku bisa” lanjutku
“akan aku tunggu kamu disini sepulang
sekolah” katanya lalu perlahan menghilang dari pandanganku. Aku pun segera
bergegas menuju ruanganku. Diasana terlihat pemandangan yang sudah sangat bisa
untuk kalangan siswa. Teman-teman sekelas sedang sibuk mengerjakan pekerjaan
ruman mereka yang tak selesai bahkan belum di kerjakan sama sekali. Bak seorang
putri dari sebuah kerajaan mereka menyambutku berharap sebuah buku tulis
berisikan 30 lembar bersampul coklat milikku. Didalamnya ditentukan nasib
mereka sesudah istirahat pertama nanti.